Film memiliki kemampuan unik untuk mengangkat berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk agama dan keyakinan. Salah satu film yang baru-baru ini menjadi perbincangan di Indonesia adalah "His Only Son."
Film "His Only Son" adalah sebuah film yang disutradarai oleh David Helling. Mengambil inspirasi dari kisah Abraham (Nabi Ibrahim) dalam agama Kristen dan Islam. Film ini berdurasi 1 jam 46 menit dan diproduksi dalam genre drama sejarah. Kisahnya didasarkan pada pengorbanan Nabi Ibrahim dengan putranya, Nabi Ishak, yang berasal dari Alkitab Perjanjian Lama. Film ini merupakan produksi Amerika.
Film "His Only Son" dirilis pertama kali di Amerika pada Maret 2023. Kemudian, film ini mulai ditayangkan di Indonesia pada Agustus 2023. Dengan demikian, film ini mendapatkan perhatian dari penonton di Indonesia beberapa bulan setelah rilis di Amerika.
Saya sendiri tidak melihat filmnya karena saya memang bukan penikmat film. Tapi ketika kemudian media online di tanah air membahas berbagai kontoversi tentang film ini maka saya jadi tertarik untuk menulis.
Film ini menjadi kontroversial di Indonesia karena alur ceritanya dinilai tidak sesuai oleh beberapa tokoh di Indonesia yang beragama Islam. Salah satu poin kontroversial adalah bahwa film ini tidak menyajikan kisah sejarah Nabi Ibrahim As dari perspektif agama Islam. Menurut beberapa pemahaman Islam, Nabi Ibrahim memiliki dua anak, yaitu Nabi Ishak dan Nabi Ismail. Dalam tradisi Islam, yang dikurbankan adalah Nabi Ismail, sedangkan dalam tradisi Kristen, yang dikurbankan adalah Nabi Ishak.
Perbedaan ini menciptakan perdebatan tentang bagaimana kisah ini seharusnya disajikan dalam konteks film. Sebagian orang percaya bahwa film ini seharusnya memperhatikan perbedaan keyakinan agama dengan lebih hati-hati. Namun, ada juga pendapat yang berpendapat bahwa film ini dapat menjadi kesempatan bagi umat Islam untuk memahami lebih dalam tentang ibadah kurban Idul Adha dan perbedaan dalam interpretasi kisah Nabi Ibrahim.
Saya sendiri berpendapat bahwa “His Only Son” meskipun kontroversial, dapat memiliki nilai edukasi yang positif. Film ini bisa menjadi media untuk memahami persamaan dan perbedaan dalam keyakinan agama. Saya yakin bahwa Nabi Ibrahim adalah salah satu Nabi yang dihormati dalam kedua agama, dan memahami kisah pengorbanannya dapat memperkuat toleransi antaragama.
Dengan adanya film ini, umat Islam jadi bisa terpacu menjelajahi tentang agamanya sendiri. Tentang alasan kenapa mereka meyakini bahwa yang akan dikurbankan adalah Nabi Ismail bukan Nabi Ishak. Jika ilmu matematika mengatakan satu ditambah satu sama dengan dua maka orang tidak akan mencari alternatif lain. Namun jika dikatakan satu tambah satu tidak selalu dua maka layak dicari latar belakang mengapa hasil bisa berbeda – beda. Bukankah begitu?
Meskipun film ini mungkin tidak mencerminkan perspektif agama Islam secara sempurna, saya melihatnya sebagai kesempatan untuk mendiskusikan dan memahami perbedaan keyakinan. Dengan dialog terbuka dan saling pengertian, kita dapat memperdalam pengetahuan tentang agama lain dan memperkuat persatuan di tengah masyarakat yang beragam keyakinan. Jadi saya tidak punya ketakutan kalau film ini diizinkan tayang di Indonesia. Dan saya rasa umat Islam di Indonesia juga tidak perlu khawatir kalau film ini bisa misalnya "merubah akidah". Toh kedudukan para nabi di dalam Islam semua mulia.
Comments
Post a Comment